Adalah sangat membahagiakan bagi seorang pendidik ketika orang-orang yang dididiknya bisa menyerap ilmu-ilmu yang disampaikan. Adalah hal yang sangat membahagiakan bagi seorang dosen apabila mahasiswa-mahasiswanya mendapatkan nilai bagus-bagus dalam kuliah yang diampunya.
Semester ini, kuliah logika matematika membuat saya kaget. Pasalnya, mahasiswa yang saya prediksi akan mendapatkan nilai bagus (karena keaktifan di kelas, dan nilai lain-lain yang bagus), "terpaksa" mendapatkan nilai kurang bagus karena nilai UASnya tidak bagus (porsi UAS memang saya buat paling besar).
Untuk soal UAS, memang untuk kali ini saya buat sedikit "menjebak". Ada beberapa soal yang jawabannya saya sembunyikan dan sedikit saya samarkan. Tapi yang jadi masalah, kenapa justru yang saya kira "pinter" kok malah yang terjebak? Atau saya yang salah memetakan mana mahasiswa yang "pinter"?
Saya jadi bertanya-tanya:
- Apakah soal saya yang bermasalah? Atau?
- Apakah saya kurang jelas dalam menyampaikan di kelas? Atau?
- Apakah karena mereka terbiasa dengan sifat soal yang gamblang dan terlalu "kelihatan" jawabannya? Sehingga dengan PD mereka menjawab yang kelihatan benar, padahal disamarkan.
Mungkin ke depan, hal ini bisa dijadikan pelajaran:
- tidak usah "jebak menjebak" atau "samar menyamar". Atau kalau memang mau seperti itu, ya sejak di awal kuliah, mereka harus dibiasakan untuk "dijebak". Kalau sejak awal terbiasa dimanja dan disajikan dengan gamblang, ya ketika dijebak mereka tidak sadar.
- mungkin porsi penilaian bisa diratakan saja. Tidak usah salah satunya memuat porsi yang dominan di atas yang lain. Hasil akhir penting, tapi proses pun juga sangat penting.
=== Setiap semester, setiap angkatan, bahkan setiap hari, seorang pendidik harus mengevaluasi, bahkan untuk mengevaluasi dirinya sendiri ===
Semester ini, kuliah logika matematika membuat saya kaget. Pasalnya, mahasiswa yang saya prediksi akan mendapatkan nilai bagus (karena keaktifan di kelas, dan nilai lain-lain yang bagus), "terpaksa" mendapatkan nilai kurang bagus karena nilai UASnya tidak bagus (porsi UAS memang saya buat paling besar).
Untuk soal UAS, memang untuk kali ini saya buat sedikit "menjebak". Ada beberapa soal yang jawabannya saya sembunyikan dan sedikit saya samarkan. Tapi yang jadi masalah, kenapa justru yang saya kira "pinter" kok malah yang terjebak? Atau saya yang salah memetakan mana mahasiswa yang "pinter"?
Saya jadi bertanya-tanya:
- Apakah soal saya yang bermasalah? Atau?
- Apakah saya kurang jelas dalam menyampaikan di kelas? Atau?
- Apakah karena mereka terbiasa dengan sifat soal yang gamblang dan terlalu "kelihatan" jawabannya? Sehingga dengan PD mereka menjawab yang kelihatan benar, padahal disamarkan.
Mungkin ke depan, hal ini bisa dijadikan pelajaran:
- tidak usah "jebak menjebak" atau "samar menyamar". Atau kalau memang mau seperti itu, ya sejak di awal kuliah, mereka harus dibiasakan untuk "dijebak". Kalau sejak awal terbiasa dimanja dan disajikan dengan gamblang, ya ketika dijebak mereka tidak sadar.
- mungkin porsi penilaian bisa diratakan saja. Tidak usah salah satunya memuat porsi yang dominan di atas yang lain. Hasil akhir penting, tapi proses pun juga sangat penting.
=== Setiap semester, setiap angkatan, bahkan setiap hari, seorang pendidik harus mengevaluasi, bahkan untuk mengevaluasi dirinya sendiri ===
Comments
makanya kalau liat orang jangan hanya pas di kelas keliatan pinter
soalnya biasanya orang pinter itu ga mau nunjukin kalau dia pinter
Sepertinya memang iya. Untuk semester depan, saya sudah menyiapkan detektor orang pinter kok. hahaha
sekali-kali da tantangan minterin orang ber-IQ tiarap tu.....
kalo sukses Om berhak dapet gelar Mahaguru tu..hwe he...
wakakakakak