Kali ini saya pengen nulis yang agak beda. Dalam http://www.businessweek.com dalam year 2007 top outsourcing countries (September 14, 2007), Indonesia menempati urutan kelima dalam daya tarik outsourcing setelah India, Cina, Malaysia, dan Thailand. Riset ini didasarkan pada tiga parameter utama, yaitu financial, people, dan environment. Posisi Indonesia untuk masing-masing parameter adalah sebagai berikut:
#1 financial à index: 3,3
#12 people à index: 1,5
#47 environment à index: 1,1
Dari posisi itu, bisa dilihat bahwa sebenarnya dari segi SDM, kita masih cukup diperhitungkan, karena menduduki level 12 dunia. Sedangkan dari environment (iklim keusahaan), Indonesia menempati urutan yang sangat rendah, karena tingginya tingkat korupsi (nomer 3 dunia) dan tingginya juga tingkat pembajakan di Indonesia (Menurut Djarot Subiantoro, Pimpinan ASPILUKI, tingkat pembajakan di Indonesia masih berkisar antara 60 sampai 80%). Environment yang cukup parah ini menjadikan Indonesia berada dalam level yang cukup bawah (bandingkan dengan Negara lain, misalnya Malaysia, Hungaria, Lithuania yang mencapai index 2, USA yang mencapai index 2,3, dan Singapura yang mencapai index 2,9).
Satu hal yang cukup menarik bagi penulis yaitu financial. Dengan GNP (Gross National Product – Pendapatan Perkapita) yang rendah, mengapa Indonesia justru menarik secara financial? (perlu diketahui bahwa dalam hal posisi ekonomi di tingkat dunia, Indonesia dikategorikan sebagai Negara dengan lower middle income/pendapatan menengah kebawah [http://www.worldbank.org] - dengan tingkat kemiskinan di atas 40%).
Setelah saya teliti lebih jauh, ternyata ketertarikan financial ini disebabkan biaya operasional di Indonesia dan gaji buruh yang rendah. Faktor gaji buruh yang rendah sebagai ketertarikan ini bisa dilihat dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof. Alan M. Davis (http://web.uccs.edu/adavis), yang menyebutkan bahwa India yang sekarang menjadi Negara yang paling banyak menerima proyek outsourcing dari Amerika, diperkirakan pada tahun 2010 sudah tidak lagi menjadi Negara tujuan outsourcing Amerika, karena sudah tidak menarik lagi secara financial. Hal ini disebabkan karena gaji buruh TI meningkat tajam tahun demi tahun. Pada tahun 80an di India (awal-awal outsourcing Amerika ke India) adalah 10% gaji buruh TI di AS. Pada tahun 90an, gaji buruh India 75% gaji buruh AS, sehingga diperkirakan 2009 sudah sama dengan gaji buruh AS, dan diatas tahun itu sudah lebih dari gaji buruh AS.
Melihat posisi Indonesia yang demikian, saya kemudian jadi berpikir. Kalau daya tarik outsourcing di Indonesia seperti itu, akan muncul banyak sekali plus minusnya. Nilai plusnya adalah bahwa Indonesia punya peluang besar untuk menjadi Negara penyedia IT (seperti yang dilakukan India dan China sekarang), sehingga ketertarikan untuk mempelajari IT dan bekerja di dunia IT akan semakin besar. Sedangkan nilai minusnya adalah kalau suatu saat nanti Negara-negara di dunia mengalihkan proyek perangkat lunaknya ke Indonesia, maka dikhawatirkan ketertarikan para provider software Indonesia akan beralih dari penyediaan IT untuk kepentingan dalam negeri ke penyediaan IT untuk kepentingan outsourcer luar negeri (karena pasti nilai proyek dari luar negeri jauh lebih menggiurkan daripada nilai proyek dalam negeri). Efek buruk dari hal ini adalah ekspor produk IT yang tinggi, tapi IT dalam negeri terbengkalai. (Oleh Arwan A Khoiruddin, yang sedang mencoba mengubah gaya menulis blog menjadi 'ilmiah') :D
Comments
terima kasih..artikel ini saya perlukan untuk tugas akhir matakuliah manajemen sistem informasi.
maslaah negatif berkurang penggunaan outsourcer lokal harus kembali k diri masing2. mengapa lebh memilih ke luar negeri?