Yang namanya jagongan memang selalu menyenangkan. Akan tetapi, jagongan dengan orang yang lebih tua adalah jauh lebih dari sekedar menyenangkan, karena dari jagongan dengan orang tua sering kita dapat banyak pengalaman-pengalaman baru, ilmu-ilmu baru, ataupun hal-hal lain yang sangat berguna.
Hari ini, Ahad 22 Juli 2007, ketika mengikuti pengajian di masjid dekat rumah istri, kebetulan saya sebelahan dengan Pak S, yang tinggal di dusun sebelah utara dusun istri. Berawal dari jagongan ringan tentang kabar masing-masing, akhirnya jagongan itupun sampai ke masalah yang sekarang dihadapi hampir di mana saja, yaitu masalah pemuda, semangat keberagamaan mereka, dan masalah sepinya masjid dari aktivitas keagamaan.
Daerah yang kami perbincangkan tadi adalah dusun K, dusunnya istri. Sekarang, anak muda banyak yang lupa dengan agamanya. Pas maghrib, mereka malah nongkrong di tepi jalan. Ndak malu!! Pas diajak kegiatan keagamaan, sulitnya minta ampun. Bahkan, beberapa orang di sana sudah tidak lagi menjalankan ibadah. Entah itu shalat, puasa, dan lain sebagainya.
Padahal dulu, pas saya masih kelas 6 SD, hampir semua atau bahkan bisa dikatakan semua anak pra remaja (yang usianya SD kelas 5 sampai SMP kelas 3) ikut pengajian, dan mereka semangat-semangat. Ketika itu, saya terus terang punya pikiran bahwa besok dusun ini akan jadi dusun yang islami, karena kader-kadernya sudah dididik sejak kecil. Sehingga ketika itu, saya sering 'ngluruk' dari rumah ke dusun K, hanya untuk mengikuti kajian pra remaja yang tidak ada di dusun saya. Kebetulan temen-temen di dusun K yang saya kenal cukup banyak, ada juga saudara di sana, sehingga saya enjoy aja ikut pengajian walau tidak ada temen dari desa saya.
Tapi, menginjak remaja, entah kenapa, tiba-tiba temen-temen yang dulu selevel dengan saya tiba-tiba jadi aneh: jarang ke masjid, wajahnya juga berubah jadi sedikit garang seperti orang yang jarang kena wudhu, suka ngrokok, sering nongkrong, dan lain-lain. Ternyata, mereka memang berubah, dan apa yang dulu saya pikirkan nampaknya akan semakin jauh dari nyata.
Beberapa orang tua, terutama yang dulu merintis islam di K sangat sedih dengan kenyataan ini. Salah satunya adalah pak S, yang jagongan bareng saya pagi tadi. "Mas Arwan, saiki ki ming arep pengen ndelok cah nom-nom dho nang mesjid ki angel tenan, opo maneh pengen ngrungokke cah nom-nom adzan. Halah, mas…".
Iya, je, pak S. Itu juga terjadi di dusun saya. Dan nampaknya juga terjadi di dusun lain. Dan terjadi juga di dusun yang lain lagi. Lha piye, to, pak…? Kita Cuma bisa tanyaken apa?
Comments